EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK & PRODUKTIVITAS
HASIL PERTANIAN,
.
Awal tahun 2011
ini, kita dikejutkan dengan lonjakan jumlah penduduk yang begitu dahsyat.
Berdasarkan hasil sensus tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,8 juta jiwa.
Hasil tersebut jelas menunjukkan gejala ledakan penduduk. selama 10 tahun
terakhir, penduduk bertambah 32,5 juta jiwa dan rata-rata pertumbuhan 1,49
persen. Pertambahan ini setara jumlah penduduk Kanada dan lebih banyak dari
penduduk Malaysia.
Jika pertumbuhan penduduk tetap 1,49 persen, tahun 2045 penduduk Indonesia 450
juta jiwa. Saat itu jumlah penduduk dunia diproyeksikan 9 miliar jiwa. Artinya,
satu dari 20 penduduk dunia orang Indonesia.
Salah satu
tanggung jawab terbesar bagi pemerintah adalah penyediaan dan harus
tercukupinya bahan pangan, walaupun harus ditempuh dengan jalan mengimpor bahan
pangan. Inforasi terbaru yang kita peroleh adalah pemerintah akan membebaskan
tarif bea masuk untuk komoditas pangan. Ada
sekitar 59 komoditi yang akan dibebaskan tarifnya. Hal ini ditujukan untuk
mengantisipasi kerawanan pangan dan menstabilkan harga di tingkat masyarakat.
Berita yang menggembirakan, juga menyedihkan. Berbagai macam bencana alam,
perubahan cuaca yang ekstrim, penyempitan lahan pertanian di sentra-sentra
produksi tanaman pangan menjadi alasan strategis bagi pemerintah atas belum
tercapainya misi swasembada yang pernah digembor-gemborkan.
EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS
Di satu sisi
petani disarankan menggenjot, di sisi lain pemerintah mengkumandangkan efisiensi
penggunaan pupuk dalam budidaya pertanian. Dari 8 negara di Asia Tenggara, Indonesia
termasuk pengguna pupuk nitrogen terbesar, dan menempati urutan ke-dua pengguna
pupuk phospor dan kalium. Sebagian besar pupuk dipakai untuk tanaman padi dan
perkebunan. Penggunaan pupuk berbasis nitrogen jenis Urea yang over dosis sudah
menjadi pemandangan yang biasa. Hal ini berawal dari program revolusi hijau
dengan intensifikasinya. Walaupun pernah dengan prestasi swasembada pangan di
tahun 1984.
Atas hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah sawah di Indonesia yang
sudah tidak ideal dari proporsi komponen penyusun tanah, yang diakibatkan
penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan pengembalian
bahan organic atau pupuk organic. Mulai tahun 2008 pemerintah memberikan
alokasi subsidi kepada petani. Langkah ini merupakan salah satu upaya efisiensi
dalam penggunaan pupuk kimia. Karena semakin mahalnya bahan baku pupuk kimia,
pembatasan bahan baku oleh negara pengimpor, dan dampak negatif terhadap
ekosistem, maka kombinasi penggunaan pupuk kimia dan organik menjadi jurus
andal yang dipakai saat ini, dengan harapan bisa mengurangi penggunaan pupuk
kimia.
Dalam
perjalanannya, alokasi dan penyerapan pupuk organik sampai dengan awal tahun
2011 oleh petani belum jauh dari ideal jika dibandingkan kebutuhan untuk
pemulihan tanah. Beberapa faktor penyebab diantaranya adalah minimnya edukasi
terhadap petani, dan rendahnya kesadaran dari petani itu sendiri. Petani takut
mengurangi dosis penggunaan pupuk kimia karena takut hasil panennya menurun.
Lambatnya sosialisasi dan transfer teknologi kepada petani menjadikan
pemerintah panik dalam menghadapi situasi yang tidak stabil.
No comments:
Post a Comment